Dulu waktu kecil kita rajin belajar kemudian mendapat juara kelas, Gimana rasanya? Senang banget, kan! Atau ketika kita mendapatkan promosi jabatan karena kinerja bagus, apa rasanya? Hemm... Pasti ada kepuasan, kebahagiaan, dan rasa syukur yang dirasa. Sayangnya di zaman serba canggih ini rasa ‘bahagia’ tersebut bisa kita dapatkan lewat ujung jari. Melalui gadget yang dipegang setiap waktu sehingga mudah mendapatkan kepuasan instant, diantaranya: bermain game, scrolling sosial media, memesan makanan favorit melalui aplikasi, browsing tanpa tujuan yang jelas, menonton video random di youtube dan tiktok. Semua ‘kebahagiaan’ itu bisa kita dapatkan tanpa effort, tanpa proses yang memerlukan kesabaran dan kerja keras. Bayangkan jika promosi menjadi manager hanya dengan sekali klik, masih maukah kita memberikan etos kerja terbaik? Jika mendapatkan bodygoal hanya dengan meminum obat diet dalam waktu satu malam, maukah kita rutin berolahraga dan menjaga pola makan? Jika semua rasa senang dan puas bisa kita dapatkan secara instant kenapa harus bekerja keras? Sedangkan realita kehidupan yang kita jalani tidaklah semudah bergeriliya di dunia maya. Kehidupan digital memberikan dopamine pada otak, rasanya tentu menyenangkan. Kita cenderung terlena dan mudah melakukan eskapisme (pelarian diri) dari masalah yang dihadapi di dunia nyata. Tak ayal seseorang hidup dengan dopamine hits-nya menyebabkan hidupnya tidak produktif, tidak sehat dan tidak bahagia. Apa Itu Dopamine?
Dopamin adalah hormone yang memberikan kita rasa bahagia, bersama dengan oksitoksin, serotonin, dan endorphin. Dopamin diproduksi saat kita merasakan kesenangan, baik rasa senang yang diperoleh dengan kerja keras maupun yang diperoleh secara instant. Sayangnya dopamin yang terus mengalir ke otak justru berdampak buruk bagi kondisi psikologis. Kita menjadi pribadi yang tidak pernah puas, terus mencari stimulus yang lebih merangsang. Misalnya yang biasanya menonton youtube 30 menit sudah merasa puas, kini kita harus menonton satu jam dan seterusnya untuk merasa puas. Kita pun menjadi pribadi yang malas. Bermain game 2 jam kita lalui dengan mudah, namun belajar 5 menit kepala kita pusing. Jika kita merasa kecanduan dengan sesuatu, entah itu game, sosial media, pornografi, alcohol, dsb., atau kita merasa sulit bersyukur dengan hal-hal yang sudah kita miliki, atau sering merasa malas melakukan hal-hal yang sulit. Maka kita butuh ‘dopamin detox’. Sederhananya kita berusaha mengurangi rangsangan dopamine. Kita ‘puasa hiburan’, membatasi hal-hal yang membuat kita senang. Kita memperbaiki ‘reward system’ kita. Jika teman-teman ingin hidup lebih bahagia dan produktif, gak ada salahnya kok coba dopamine detox. Ini adalah solusi sekaligus challenge buat teman-teman. Perlahan-lahan, cobalah kurangi, batasi, bahkan hilangkan hal-hal yang membuat kita mendapatkan kesenangan instan hingga kecanduan. Sosial media, youtube, game, serial drama, shopping, makan junkfood, gossip. Apapun itu, kurangi pelan-pelan. Sebagai gantinya kita bisa fokus ke hal-hal yang penting, hal-hal yang seharusnya kita kerjakan dan tuntaskan, hal-hal yang memang membosankan dan sukar dikerjakan. Nikmati kebosanan itu. Tahan diri untuk memberi ‘kebahagiaan ‘semu’. Tetaplah fokus pada apa-apa yang harus dikerjakan. Pertahankan kebiasaan ini selama tiga bulan. Bila perlu buatlah rencana hal-hal apa saja yang harus dibatasi dan dikerjakan. Jika kita berhasil melakukannya, hidup akan sangat berubah. Kita jadi lebih bahagia, lebih mudah bersyukur, lebih produktif, mudah terhibur dengan hal-hal sederhana. Coba dehh. Gak gampang memang, tapi kebahagiaan memang butuh perjuangan kan? Hehe. Selamat mencoba! Penulis : Aji Editor : Lanny
0 Comments
Leave a Reply. |
PhilosopherPhilosopher adalah anggota Filosofi Ruang Hati yang berkontribusi melalui karya dan prestasinya Archives
February 2021
Categories |