Akhir-akhir ini drama True Beauty yang diadaptasi dari Webtoon dengan judul The Secret of Angel sedang ramai diperbincangkan. Di episode pertama, drama tersebut menceritakan seorang anak SMA Saebom bernama Jukyung yang dibully di sekolah karena memiliki wajah yang jelek. Beberapa teman sekelasnya yang populer mem-bully-nya dengan cara menyuruhnya untuk membeli dimsum, menyiramnya di kamar mandi, hingga mempermalukan Jukyung di depan Kakak Kantin yang disukainya. Fenomena semacam itu sering muncul di drama korea atau bahkan di sinetron indonesia karena cukup relate dengan yang terjadi di sekitar kita.
Terlahir memiliki wajah yang tampan atau cantik sering dianggap sebagai sebuah anugerah yang bisa membuat hidup pemiliknya menjadi lebih mudah. Ada pepatah yang bisa menggambarkan hal tersebut yaitu, “perempuan yang terlahir cantik, maka setengah dari masalah hidupnya telah terselesaikan”. Hal tersebut sering disebut sebagai Beauty Privilige. Apa sih Beauty Privilige itu? Dilansir dari IDN Times, Beauty Privilige pada dasarnya merupakan istilah untuk menggambarkan betapa beruntungnya hidup seseorang yang terkesan lebih lancar dibandingkan kebanyakan orang karena terlahir dengan rupa yang menawan. Berbagai riset menyatakan bahwa privilege ini akan membuat seseorang memiliki karir yang bagus dan lebih dimaklumi jika melakukan kesalahan. Dalam Urban Dictionary, istilah yang digunakan adalah Pretty Privilige yang dijabarkan sebagai seseorang yang mendapat pengaruh (clout), peluang, dan menjadi lebih sukses dalam hidupnya karena betapa menariknya mereka. Setelah mengetahui definisinya, mari kita lihat contoh fenomena dari Beauty Privilige. Salah satu contoh fenomena Beauty Privilige yang pernah ramai diperbincangkan oleh netizen adalah munculnya video dari mantan member JKT48, Adhisty Zara. Video tersebut menunjukan Zara yang sedang bersama kekasihnya, Zaki Pohan. Dalam video yang diunggah oleh Zara di instastory, terlihat bahwa Zaki memperlihatkan tindakan yang dianggap tidak etis. Hal tersebut menuai berbagai respon dan membuat netizen terpecah menjadi dua kubu, yaitu kubu yang membela dan menghujat. Dukungan yang diberikan netizen untuk Zara muncul lewat tagar #kitaadauntukzara. Hal itu malah menuai respon lain dari netizen yang justru membandingkannya dengan Kekeyi. Pasalnya, Kekeyi sering di-bully ketika melakukan suatu hal dan netizen menganggap itu sebagai ketidakadilan. Netizen menganggap bahwa Zara memiliki Beauty Privilige, sehingga ia mendapat dukungan sekalipun melakukan kesalahan. Hal tersebut memunculkan istilah baru di kalangan netizen Indonesia, yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang good looking”. Menurut sebuah studi yang berjudul Why Beauty Matters, jika seseorang enak dilihat, kenikmatan yang kita peroleh dari melihat mereka memberikan persepsi kita tentang atribut lain. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa kita cenderung memandang mereka sebagai orang yang cerdas, sehat, dan mampu secara sosial karena mereka terlihat baik. Studi tersebut juga mengatakan bahwa persepsi ini bisa dimulai dari masa pra-sekolah dan sekolah dasar, di mana anak-anak yang 'manis' secara tidak sadar diberi perhatian lebih oleh guru mereka. Selain itu, baik anak-anak maupun orang dewasa secara tidak sadar menyukai anak-anak yang lebih ‘manis’ secara umum. Perhatian ekstra ini dapat terus menghasilkan prestasi akademik dan kepercayaan diri yang lebih baik di masa depan bagi mereka yang terlihat ‘manis’. Dalam ilmu ekonomi, bahkan ada satu bidang yang didedikasikan untuk studi kecantikan, yaitu Pulchronomics: the study of the economics of physical attractiveness. Para ekonom telah lama mengakui bahwa kecantikan fisik memengaruhi upah, bahkan dalam pekerjaan yang tidak menjadikan penampilan sebagai hal yang relevan dengan kinerja pekerjaan. Sepertinya pria dan wanita yang menarik dibayar lebih banyak dari orang biasa untuk pekerjaan yang sama. The Social Science Research Network menerbitkan sebuah studi yang berjudul CEO Pulchronomics and Appearance Discrimination yang mempelajari apakah Beauty Privilige memengaruhi jumlah gaji yang diterima CEO. Penelitian menemukan bahwa CEO yang ‘menarik’ mendapatkan gaji yang lebih tinggi daripada CEO yang tidak menarik. Namun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa CEO yang menarik lebih produktif. Ekonom Daniel Hamermesh dalam bukunya yang berjudul Beauty Pays menyebutkan bahwa karyawan yang lebih ‘menarik’ menikmati lebih banyak tunjangan dan gaji yang lebih tinggi. Menurut Hamermesh, hal tersebut terjadi karena ada bukti bahwa pekerja yang menarik mendatangkan lebih banyak bisnis, jadi masuk akal bagi majikan untuk mempekerjakan mereka. Di sisi lain, pekerja yang kurang menarik seringkali terabaikan dan seringkali menjadi korban diskriminasi. Nah dari penjelasan di atas, kita jadi tahu apa itu Beauty Privilige dan teori yang bisa menjelaskannya. Lalu, apakah kita hanya perlu mengandalkan kecantikan dan ketampanan untuk mendapatkan kemudahan dalam hidup? Apakah kita harus insecure jika tidak terlahir sebagai individu yang cantik atau tampan? Kecantikan dan ketampanan bersifat subjektif, tidak ada tolok ukur yang pasti mengenai apa yang membuat seseorang terlihat menawan dan seberapa besar tingkat menawannya. Alih-alih terpusat pada standar kecantikan di luar sana, ada baiknya kita belajar untuk menerima diri kita apa adanya dan mencoba memaksimalkan potensi yang kita miliki. Cara untuk mengenali diri sendiri bisa dengan throwback dan membuat list tentang apa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki atau bisa juga dengan mengikuti tes kepribadian yang gratis di internet. Dari situ kita akan tahu kepribadian kita seperti apa dan potensi apa yang bisa dimaksimalkan. Kalau punya ketertarikan dalam menulis, bisa bikin artikel dan posting di blog. Kalau jago desain atau menggambar, bisa bikin webtoon atau membuka jasa desain. Karya-karya yang dibuat tentu akan bermanfaat dan bisa menghibur orang lain. Karya-karya itu juga akan abadi dan dikenang. Banyak cara kok untuk “menonjol” dan tidak terbatas pada menonjolkan tampilan fisik saja. Selain itu, kita perlu mengubah pola pikir dan menerima bahwa manusia terlahir dengan fisik yang berbeda. Kecantikan atau ketampanan akan memudar seiring dengan bertambahnya usia, namun personality dan inner beauty akan terus bertahan sampai akhir. Jadi, berhenti insecure dan menyalahkan keadaan lalu mulailah gali potensi diri. Stop compairing, start loving yourself! - Avida Destya Pratiwi
0 Comments
Beberapa dari kita kerap kali mengatakan bahwa Me Time adalah definisi dari seseorang yang sedang sendiri, kesepian, sedih, dan lain definisi yang kebetulan muncul begitu saja sebagai asumsi. Terkadang juga, Me Time dianggap khusus pada golongan-golongan tertentu. Introvert misalnya. Sedangkan ekstrovert atau ambivert tidak begitu membutuhkan Me Time. Padahal tidak demikian. Siapapun kita, Introvert atau ekstrovert, sendiri atau sudah memiliki pasangan, Me Time sangat diperlukan sebagai bentuk apresiasi bagi diri sendiri. Sebagai ajang berdialog dengan batin karena telah menjadi luar biasa dari segala hal tak biasa yang menempa. Me Time bisa dibuat sesederhana sebagaimana versi kita sendiri. Tidak harus makan di restoran mewah, mengeluarkan duit berjuta-juta, atau menyewa sesuatu yang harganya tidak bisa dibilang murah. Di keadaan seperti ini, di mana wabah yang masih menjaring sebagian besar wilayah Indonesia, di mana aktivitas banyak dihabiskan di rumah, barangkali kualitas Me Time lebih menjadi poin utama ketimbang kuantitas Me Time. Lantas, Me Time seperti apakah yang ideal untuk dilakukan di rumah? Me Time Yang Ideal Menurut laman KOMPAS.com, Me Time adalah meluangkan waktu sejenak untuk diri sendiri. Banyak manfaat positif yang dihasilkan ketika kita melakukan Me Time--setidaknya untuk kesehatan ruhiyah kita. Sama halnya ketika kita membutuhkan waktu untuk memahami keadaan, kita juga butuh waktu khusus dalam mengenali dan memahami diri sendiri. Maka waktu yang kita gunakan untuk Me Time sudah selayaknya menjadi waktu yang terbaik dan ideal. Me Time yang ideal adalah ketika kamu melakukannya, dan kamu tidak merasa keberatan dengan versi Me Time-mu sendiri. Agaknya, hasil positif yang kamu dapat sama besarnya dengan porsi kamu mempersiapkannya. Berikut, adalah contoh Me Time sederhana yang semoga bisa menjadi referensi kita bersama.
Me Time ada dalam kendalimu. Habiskan sisa minggu, hari, atau bahkan jam jika kamu perlu sesegera mungkin. tidak harus seminggu sekali atau sebulan sekali. Tetapi, lihatlah sekali lagi. Telisik lebih dalam. Jangan sampai hal yang kamu lakukan sebagai bentuk Me Time malah membuatmu kecanduan dan beralih status menjadi Wasting Time. Me Time adalah bentuk memerdekakan dirimu sendiri, bukan menjajah diri sendiri. - Eka Rahmawaty |
PhilosopherPhilosopher adalah anggota Filosofi Ruang Hati yang berkontribusi melalui karya dan prestasinya Archives
February 2021
Categories |