Saya kurang setuju dengan pandangan yang meng-klaim bahwa kita ini fatherless karena kurangnya kedekatan antara ayah dengan anak.
Saya bukan ingin menyangkal perihal fatherless-nya, tapi menyangkal statement bahwa "Ayah tidak dekat dengan anaknya". Kesan fatherless yang tercipta di Indonesia bahkan dunia itu sebenarnya bukan karena ketidakdekatan Ayah dengan anak, melainkan dua hal ini : 1. Perceraian (yang 80% membuat hak asuh anak ke ibu dan menjauhkan ke ayah) 2. Persalinan di luar pernikahan Jadi, hubungan anak dengan Ayah disebuh sebagai fatherless itu karena perceraian, dan juga hamil diluar nikah. Bukan karena sosok AYAH nya. Penelitian longitudinal selama 30 tahun yang dilakukan oleh Michael Lamb menunjukkan bahwa Ayah berkontribusi pada perkembangan kemampuan fisik, kemampuan analisa dan berpikir, perkembangan otot, kemampuan menganalisa dan memecahkan masalah, kepercayaan diri, empati, dan rasa penasaran. Sebagian besar orang merasa bahwa peran Ayah hanya akan terasa jika ia ada secara fisik, bisa meluangkan waktu untuk bersama. Padahal, meski Ayah cenderung tidak selalu bersama sosok Ayah ini tetap memberi pengaruh terhadap perkembangan diri kita.
0 Comments
Ini adalah cerita tentang taarufku pertama kali, bersama dengan seseorang yang merupakan temanku sendiri.
Awalnya Aku baper dengan taaruf ini. Namun setelah dijalani, ternyata Dia menuntut Aku untuk sesuai dengan keinginannya. Dari sini Aku menyimpulkan bahwa Aku bukan kriterianya. Padahal dari awal, Dia sudah mengiyakan untuk menjalani taaruf ini. Eh ternyata ketika Aku beri challenge untuk menemui orang tuaku malah mundur dan tidak memenuhi tantangan saya. Akhirnya Dia meminta waktu lebih namun Aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan tersebut. Setelah keputusan itu, Aku mencoba untuk mengikuti kajian pranikah, memperdalam ilmu islam, serta mengikuti self-healing therapy. Dari kejadian ini, Aku belajar bahwa untuk mengambil suatu keputusan perlu untuk mengutamakan logika daripada perasaan, sehingga apapun keputusan yang kita ambil adalah atas kesadaran penuh. Setelah itu, Aku memutuskan untuk rehat selama 2 tahun, fokus menyembuhkan hati meskipun banyak godaan yang mencomblangkan Aku dengan orang lain Karena Aku ingin memulai hubungan baru dengan penuh kesiapan. -I, 24 Aku ingin berbagi cerita tentang kisah cintaku pada pertengahan 2019 lalu.
Cerita kami berawal dari sebuah hubungan sahabat yang sudah kami jalin selama kurang lebih 15 tahun lamanya. Kami adalah sahabat yang sangat dekat yang selalu saling cerita tentang hal apapun, termasuk tentang pasangan. Aku tahu kalau Dia sudah memiliki rencana untuk menikah dengan kakak kelasnya pada tahun 2015 lalu. Kemudian tahun 2016-2017 hubungan mereka renggang sampai akhirnya mereka tidak bisa melanjutkan hubungan tersebut. Awal tahun 2018, Dia kemudian dekat dengan adik kelasnya dan mereka juga berencana akan menikah, namun ternyata kandas juga dan Dia malah kembali kepada kaka kelas yang sebelumnya. Sejak saat itu, hubungan kami agak menjauh karena kami hanya komunikasi sepentingnya saja. Akhir April 2019 Aku menerima kabar bahwa Dia menemui ortu kakak kelasnya untuk mengakhiri hubungan mereka. Setelah itu, Dia kemudian mencoba mendekatiku dan Dia meminta izin kepada orang tua untuk menikahiku. Orang tuaku setuju dengan hal itu karena rasanya mereka tahu kalau Dia adalah orang baik dan seorang penghafal Al-Quran. Singkat cerita kami mulai mempersiapkan pernikahan, namun Aku merasakan kejanggalan-kejanggalan dalam dirinya. Aku tidak diperbolehkan melihat HP-nya, Aku tidak diperbolehkan dibonceng laki-laki lain bahkan abang ojol sekalipun, tapi Dia juga tidak bersedia untuk mengantar/ menjemputku. Kejanggalan itu membuatku curiga, dan benar saja ternyata Dia masih ada hubungan dengan kaka kelasnya yang sudah berhubungan selama 6 tahun itu. Aku kemudian mengajak Dia untuk membicarakan hal ini karena Aku tidak ingin terus menerus ada dalam hubungan perselingkuhan. Akhirnya, Aku memilih mundur. Sejak saat itu, Aku memutuskan untuk menghentikan komunikasi, menghapus semua kontak, mencoba memaafkan Dia dan diri saya sendiri. Dari kejadian itu, Aku belajar bahwa orang yang sudah dekat belum tentu bisa dipercaya begitu saja. Kita harus hati-hati terlebih ketika memutuskan untuk menikah, kita harus memastikan tidak ada rahasia di antara pasangan, pastikan juga urusan dengan masa lalu sudah selesai. S, 22 tahun |
PhilosopherPhilosopher adalah anggota Filosofi Ruang Hati yang berkontribusi melalui karya dan prestasinya Archives
February 2021
Categories |