2014 lalu, Aku memiliki sahabat yang adalah tetanggaku. Kami bersahabat sejak kelas 2 SMA. Saking dekatnya, pada saat kelas SMA kelas 3 Aku dan Dia selalu pergi bersama, kemana pun itu, terutama setelah libur Ujian Nasional. Sampai lama-kelamaan, Aku merasakan yang namanya nyaman yang berujung bilang saling sayang. Setelah itu, ya kalian tau lah apa yang terjadi. Dia nembak Aku. Aku nggak berani untuk nerima Dia karena Aku rasa Aku ini orangnya bosenan. Aku gak mau rasa bosan Aku ini pada akhirnya akan menyakiti dia yang menurutku terlalu baik. Meskipun Aku mikin gitu, Aku sebenarnya sayang juga sih sama Dia hehehe. Akhirnya kami memutuskan untuk menjalin HTS, hubungan tanpa status. Awalnya kami menjalani saja hubungan HTS itu, sampai akhirnya semester 2 perkuliahan Aku merasakan perubahan dari dirinya. Dia tiba-tiba berubah menjadi sangat dingin. Aku sampai bingung dibuatnya. Lalu Aku coba menanyakan apa alasan dibalik sikap dinginnya itu, tapi Dia selalu menjawab ‘enggak tahu’. Jadi makin bingung lah Aku. Pasalnya, Dia itu sudah Aku anggap sebagai ‘whole world’ nya Aku. Yaa, meskipun kami sebenarnya tidak menyandang status pacaran, tapi kan tetep aja Aku sayang. Makanya ketika Dia pergi, Aku bener-bener ngerasa jatuh. Jadi sering nangis dan sensitif sama orang lain. Parahnya, IP ku sampai turun pada saat itu. Karena frustrated, Aku sampai memberanikan diri untuk dapetin dia lagi, Aku merasa udah gak ada harga dirinya di depan Dia. Pemikiranku saat itu ‘Gak papa aku gak ada harga dirinya, yang penting dia bisa balik lagi sama aku”. Ya meskipun pada akhirnya Aku tetep gak bisa dapetin dia lagi. Pada saat itu Aku memutuskan untuk memblok semua sosial media dan kontak dia. Tapi itu gak bisa memutuskan hubungan kami gitu aja, karena kami ada di satu komunitas yang sama, karang taruna. Mau gak mau, akhirnya aku harus rela ketemu Dia tiap bulan. Sampai kemudian... Aku tiba di titik Aku harus bangkit. Aku melakukan banyak kegiatan biar gak selalu kepikiran Dia, dan berusaha nahan diri untuk gak melakukan hal yang mengingatkan Aku sama Dia. Susah sih emang, bahkan Aku aja sampai diomelin teman-temanku karena Aku sering banget ngeliatin foto-foto Dia. Lama-kelamaan, Aku mulai terbiasa dengan kepergiannya. Aku bisa hidup seperti biasa lagi meskipun tanpa dia. Meski kadang sering rindu juga sih hehe.
Setahun berlalu, kami dipertemukan lagi di kepanitiaan acara 17 Agustus. Posisi kami saat itu adalah ketua dan wakil ketua. Disana Aku memberanikan diri buat nanyain kenapa Dia pergi pada saat itu. Coba tebak jawabannya? Dia bilang .... Kalau dia ... Bosen. Disana Aku ngerasa kesel, mau nangis, tapi juga lega. Lega karena pada akhirnya aku mendapatkan jawaban yang bisa bener-bener bikin Aku lepas dari bayangan dia. Semenjak itu, Aku jadi bisa menghadapi Dia dengan perasaan yang biasa aja, dan Aku mulai menemukan bahwa ada juga banyak teman yang mengalami kejadian serupa. Wah ternyata Aku tidak sendiri. Bagiku, ternyata waktu menyembuhkan semuanya. Tapi itupun gak lepas dari usaha Aku yang berusaha untuk bangkit. Jadi usaha dan waktulah yang menyembuhkan Aku. Oh iya, selama Aku sedih setelah kepergiannya, Aku sering menuliskan puisi kesedihanku. Kalau mau baca, silakan bisa buka antarasenjadankamu.blogspot.com Barangkali ada diantara kamu yang juga mengalami hal yang sama. -S, 20 tahun
0 Comments
Leave a Reply. |
PhilosopherPhilosopher adalah anggota Filosofi Ruang Hati yang berkontribusi melalui karya dan prestasinya Archives
February 2021
Categories |